Wanita itu...
"Malam ini bintangnya sepi ya?"
"iya, karena bintang itu sekarang sedang berbicara denganku" gombalan basi yang mungkin sudah tidak pernah diawetkan lagi itu kuucap dengan nada pelan, seakan menyuruh untuk tetap berheming di percakapan melalui handphone yang sekarang sudah kuletakkan dilemari dengan bantuan selang earphone ya kusumpal di telinga.
"ah gombalan basi.."
"iya terus? aku harus menggambar bintang dan kutempel di langit malam ini?"
"kok gitu jawabnya? kamu kok jadi kasar.."
**
Dilain waktu dengan pertanyaan yang sama, kembali terucap dari hp yang kembali kuletakkan didekat laptop sambil melihat kabar timeline burung biru malam itu.
"Coba lihat keluar, malam ini gak ada bintang"
"mungkin cuacanya lagi mendung, sebentar lagi hujan kayaknya"
"Kok jawabnya gitu, kamu nggak peka!"
"terus gimana? apakah aku harus mengucap gombalan basi lagi?"
"Terserah. sepekamu aja.."
**
"Kenapa ketika aku marah kamu kok sms aku?"
"ya.. aku kan orangnya sabar"
"Aku gak mau kalau kamu terlalu sabar, harusnya tadi kamu marah"
kembali disuatu waktu ketika ada masalah sepele yang membuatnya begitu besar karena dipanaskan dengan amarah yang tinggi, dalam sekejap masalah itu mengembang dan membuatnya begitu empuk.
Tit..tit..tit.. suara hp yang terdengar seperti suara titit, dengan munculnya foto yang berubah dilayarku. tetap dengan masalah yang mengembang, dengan ego yang menjadi kismis diatasnya.
"Kok nggak sms aku sih? kamu jadi ikutan marah?"
"kemarin, katanya kamu gak suka kalau terlalu sabar"
"yaudah.."
tut..tut.. tut.. sudah kuduga sebelumnya jika akan menjadi seperti ini. kemudian,
tit..tit..tit.. bukan suara titit.
kembali ku usap layar hp ku.
"Sory tadi sinyalnya ilang"
"Iya, aku sudah tau"
"Jadi, sekarang kamu juga ikutan marah? oke terserah.."
tut.. tut.. tut.. dengan sinyal masih full, kurasa.. ah sudahlah.
malam ini memang tak ada bintang, dia sudah kembali kerumahnya, setelah lelah ngeronda semalaman. dan kurasa mungkin karena bu lan yang sudah memanggil si bintang untuk segera pulang. iya.. mereka adalah tetanggaku.
dan aku hanya ditemani kodok yang tiba-tiba masuk lewat pintu kamar. mungkin dia sudah tahu masalahku malam ini, kemudian aku menghampiri dan menaruhnya didalam toples bekas tisu yang biasa buat ngelap.. errr.. minuman yang muncrat.
kuanggap dia tahu, karena sebelumnya pernah ada dari bangsanya yang digunakan sebagai pelarian kutukan dari seorang pangeran. dan tentunya pangeran itu tahu tentang perempuan.
iya, perempuan itu ingin dimengerti dengan cara yang sulit dimengerti. ketika aku bingung dengan siapa aku bertanya, kodok adalah tempatnya.
"Apakah putrimu dulu juga sulit dimengerti dok?" dan kodok itu hanya diam sambil mengembangkan semacam lambung dibawah mulutnya. aku hanya menatapnya. dan kukira imajinasiku sudah mulai berubah malam ini.
"Kurasa iya, atau mungkin malah lebih sulit dan tidak bisa dijelaskan. ah sudahlah. wanita!" bicara dengan nada pasrah. dalam imajinasiku kodok ini berbicara begitu.
"entahlah, aku juga bingung dengan perempuan, ketika kita mencoba memahami apa yang ia butuhkan. tetapi kita yang menjadi sasaran kemarahan. belum lagi ketika kita dihadapkan pada sebuah pertanyaan, walaupun itu mudah, tetapi dalam jawabannya itu tidak ada yang benar, semua salah! seperti memakan buah similikimi. iya kan dok?" pandanganku sudah mulai lelah, aku membaringkan badanku diatas kasur. dan kuletakkan toples kodok itu disampingku, malam ini. aku mulai gila lagi..
"Dulu, putri ku juga begitu, ketika aku mengajaknya dalam sebuah pesta kerajaan. dia mengajakku ke wardrobe yang berada disamping rumah. disana mahal-mahal, harga satu gaun senilai empat puluh ribu. dulu big cola harganya masih dua puluh lima rupiah, dan kamu tau kan kalau aku hanya seekor pangeran kodok, iya.. pangeran dari para kodok-kodok." ah.. imajinasiku mulai berkata lagi.
"Terus, apa masalahnya dok?" aku hanya berkata.
"Dia memberiku pertanyaan, aku disuruh memilih diantara gaun warna putih dan abu-abu. aku mulai bingung waktu itu, ketika aku memilih warna putih, dia mengira kalau warna abu-abu tak pantas baginya, kemudian aku berkata kalau warna abu-abu juga cocok, eh aku dibilang plin-plan. dia mulai ngambek, dengan wajah cemberut muka pesimis. kemudian aku membakar wardrobe itu dan memberinya gaun hijau bekas lebaran tahun lalu" jawab kodok yang sebenarnya hanya diam menatapku.
"ya begitulah, aku juga pernah, ketika dia memintaku untuk memilih antara temannya atau mantanku. yang menurutku itu pertanyaan yang sangat absurd sekali, ketika dijawab salah nggak dijawab jadi ngambek. dan akhirnya setelah aku jawab dia ngambek beneran, aku mulai bingung. wanita itu kadang meminta masalahnya sendiri." Sahutku dengan mata yang sudah mulai terpejam karena lelah memikirkan sebuah keadaan.
"haha wanita. selalu memberikan kode-kode yang sulit dicerna, yang membuat laki-laki akan merasa bersalah jika menjawabnya. yang terkadang membuatnya menjadi.. semacam.. tersiksa jika terus diberikan pertanyaan aneh, atau mungkin laki-lakinya saja yang tidak peka hahaha. tetapi wanita itulah yang membuat laki-laki menjadi semangat, mempunyai rasa untuk mendapatkan, karena wanita juga yang bisa merubahku menjadi pangeran dan mengutukku lagi setelah ketahuan aku selingkuh dengan selir-selirku..."
"Ah.. dasar akunya saja yang tidak peka, terlalu mengandalkan logika bukan kode-kode luar biasa..." akupun tertidur pulas...

0 Komenan
Posting Komentar